Selasa, 15 Maret 2016
MENELUSURI ASAL USUL RADEN WIRA LODRA INDRAMAYU
ASAL-MULA RAJA SANJAYA DAN TANAH BAGELEN
(Oleh : Lalu Husnul Yaqien Juniansyah)
Berdasarkan prasasti Canggal (Sleman) menjelaskan: -ada sebuah pulau bernama Yawadwipa -negeri yang kaya raya akan padi, jewawut, dan tambang emas. -raja pertamanya : Raja Sanna. -setelah dia mangkat, diganti oleh ponakannya: Raja Sri Sanjaya Menurut catatan seorang sejarawan, Raja Sanjaya mendirikan kerajaan di Bagelen, satu abad kemudian dipindah ke Wonosobo. Sanjaya adalah keturunan raka-raka yang bergelar Syailendra, yang bermakna “Raja Gunung“, “Tuan yang Datang dari Gunung“. Atau, “Tuan yang Datang dari Kahyangan“, karena gunung menurut kepercayaan merupakan tempatnya para dewata.
Raja Sanjaya dikenal sebagai ahli kitab-kitab suci dan keprajuritan. Armada darat dan lautnya sangat kuat dan besar, sehingga dihormati oleh India, Irian, Tiongkok, hingga Afrika. Dia berhasil menaklukkan Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kerajaan Melayu, Kemis (Kamboja), Keling, Barus, dan Sriwijaya, dan Tiongkok pun diperanginya (from “Cerita Parahiyangan“).
Area Kerajaan Mataram Kuno (Bagelen) berbentuk segitiga. Ledok di bagian utara, dikelilingi Pegunungan Menoreh di sisi Barat dan Pegunungan Kendeng di utara dan basisnya di pantai selatan dengan puncaknya Gunung Perahu (Dieng), di lembah Sungai Bagawanta (Sungai Watukura, kitab sejarah Dinasti Tang Kuno 618-906). Catatan dinasti Tiongkok tersebut diperkuat juga oleh Van der Meulen yang menggunakan kitab “Cerita Parahiyangan” dan “Babad Tanah Jawi“.
Bagelen merupakan hasil proses nama yang final. Bermula Galuh/Galih, menjadi
Pegaluhan/Pegalihan, menjadi Medanggele, Pagelen, lalu jadilah Bagelen. Dalam prasasti Tuk Mas (Desa Dakawu, Grabag-Magelang) yang menyebut adanya sungai yang seperti sungai Gangga, maka Medang i bhumi Mataram bermakna “Medang yang terletak di suatu negeri yang menyerupai Ibu” (lembah Sungai Gangga). Dieng diasumsikan sebagai Himalaya, Perpaduan Sungai Elo dan Progo disamakan sebagai Sungai Gangga, dan pegunungan Menoreh disamakan sebagai Pegunungan Widiya.
Pada jaman Mataram Hiindhu, tersebutlah seorang raja yang bijaksana yang bernama Prabu Sowelocolo. Ia memiliki enam orang putra, masing-masing bernama Sri Moho Punggung, Sendang Garbo, Sarungkolo, Tunggul Ametung, Sri Getayu, dan Sri Panuhun.
Sri Panuhun memiliki seorang cucu, anak dari Joko Panuhun atau Joko Pramono yang bernama Roro Dilah atau Roro Wetan yang kemudian dikenal dengan sebutan Nyai Bagelen. Roro Dilah juga dapat disebut dengan Roro Wetan karena kedudukannya di daerah timur. Sri Getayu memiliki cucu dari putra Kayu Mutu bernama Awu-Awu Langit. Ia berkedudukan di Awu-Awu (Ngombol). Setelah dewasa, Roro Dilah menikah dengan Raden Awu-Awu Langit dan menetap di Hargopuro atau Hargorojo.
Dari pernikahan tersebut, Roro Dilah atau Roro Wetan dan Pangeran Awu-Awu Langit dianugrahi tiga orang putra, Bagus Gentha, Roro Pitrang dan Roro Taker.
Kesibukan Roro Wetan dan Awu-Awu Langit adalah bertani padi, ketan, dan kedelai, beternak sapi, ayam dan juga menenun. Konon karena tanahnya cocok untuk ditanami kedelai dan hasilnya melimpah maka wilayah tersebut dikenal dengan nama Medang Gelih atau Padelen dan sekarang disebut dengan Bagelen.
Roro Wetan atau Nyai Ageng Bagelen sosoknya tinggi besar dengan rambut terurai dan senang memakai kemben lurik. Beliau memiliki keistimewaan berupa kemampuan spiritualnya dan juga payudaranya yang sangat panjang sehingga ketika putra-putrinya ingin ngempeng, ia tinggal menyampirkan ke belakang.
Pada suatu ketika, Nyai Ageng Bagelen sedang asik menenun. Sebagaimana biasanya, ia menyampirkan payudaranya ke belakang supaya tidak mengganggu. Tidak disangka-sangka datang anak sapi menghampirinya, Nyai Ageng Bagelen mengira itu salah satu putra-putrinya yang ingin ngempeng. Tanpa menghiraukan kedatangan anak sapi tersebut ia terus asik menenun. Terkejutlah ia ketika menoleh, ternyata yang menyusu bukanlah anaknya tetapi anak sapi.
Kejadian tersebut membuat Nyai Ageng Bagelen merasa malu dan marah, sehingga menyebabkan pertengkaran dengan Raden Awu-Awu Langit. Dan akhirnya ia menyampaikan pesan untuk semua anak cucu beserta keturunannya, agar atau jangan tidak memelihara sapi.
Peristiwa yang memilukan atau menyedihkan juga terjadi kembali pada hari Selasa Wage. Pada waktu itu masih musim panen kedelai dan padi ketan hitam. Kedua putrinya Roro Pitrang dan Roro Taker masih senang bermain-main. Namun tidak sebagaimana biasanya, hingga sore hari kedua putri itu tidak kunjung pulang.
Selesai menenun Nyai Ageng Bagelen berusaha mencari. Karena tidak menemukannya, ia menanyakan kepada suaminya. Namun jawaban Raden Awu-Awu Langit sepertinya kurang mengenakan. Dengan perasaan marah dan jengkel dibongkar padi ketan hitam dan kedelai di dalam lumbung sehingga isinya berhamburan terlempar jauh hingga jatuh di desa Katesan dan Wingko Tinumpuk.
Betapa terkejutnya Nyai Ageng Bagelen ketika melihat kedua putri kesayangannya terbaring lemas pada lumbung padi tersebut. Setelah didekati ternyata mereka telah meninggal.
Semenjak peristiwa tersebut kehidupan Nyai Ageng Bagelen dengan Raden Awu-Awu Langit selalu diwarnai dengan pertengkaran. Akibatnya Raden Awu-Awu Langit memutuskan untuk pulang ke daerahnya, Awu-Awu, sedangkan Nyai Ageng Bagelen tetap tinggal di Bagelen untuk memerintah negeri.
Suatu ketika terdengar kabar bahwa Raden Awu-Awu Langit meninggal di desa Awu-Awu. Mendengar berita tersebut Nyai Ageng Bagelen merasa sedih dan berpesan kepada Raden Bagus Gentha bahwa anak cucu keturunannya dilarang atau berpantangan untuk bepergian atau jual beli, mengadakan hajad pada hari pasaran Wage, karena pada hari itu saat jatuhnya bencana dan merupakan hari yang naas. Selain itu orang-orang asli Bagelen juga berpantangan untuk menanam kedelai, memelihara lembu, memakai pakaian kain lurik, kebaya gadung melati dan kemben bagau tulis.
Setelah Nyai Ageng Bagelen menyampaikan pesan tersebut kepada Raden Bagus Gentha putranya, ia kemudian masuk ke kamarnya dan lemudian menghilang tanpa meninggalkan bekas atau moksa.
Selain itu Nyai Ageng Bagelen juga mengajarkan kepada anak cucu keturunannya agar melakukan tiga hal, yaitu: bersikap jujur, berpenampilan sederhana dan lebih baik memberi dari pada meminta.
Sepeninggalan Nyai Ageng Bagelen, kedudukan dan pemerintahan Bagelen digantikan oleh Raden Bagus Gentha.
GAGAK SINGALODRA BAGELAN
Runtuhnya Mataram Kuno Bagelan ,maka Bagelanpun hanya menjadi daerah Katumenggungan atau Kadipaten .Tersebutlan dalam sejarah tentang Kadipaten Bagelan yang dipimpin oleh Gagak Singalodra.Pada masa hidup Tumenggung Gagak Singalodra, mempunyai 5 putra, yaitu
1) Raden Wangsanegara,
2) Raden Ayu Wangsayuda,
3) Raden Raden Wiralodra,
4) Raden Tanujaya,
5) Raden Tanujiwa.
Kerajaan di Bagelen dengan penguasa Tumenggung Gagak Singalodra dalam cerita Raden Wiralodra.,
a) Masa hidup Raden Wiralodra dengan keempat saudaranya dalam lingkungan keluarga Tumenggung Gagak Singalodra, merupakan episode kedua. Diantara kelima putera Tumenggung Gagak Singalodra,
b)Raden Wiralodra mempunyai cita-cita tinggi, yaitu ingin membangun suatu negara untuk diwariskan kepada anak-cucunya. Untuk mempersiapkan diri untuk cita-citanya tersebut, Raden. Wiralodra banyak belajar, seperti layaknya seorang kesatria, seperti melatih ilmu beladiri (kanuragan).
c) Masa hidup Raden Wiralodra, merupakan episode ketiga yang merupakan inti dari cerita sejarah Indramayu. Hal dapat dimulai dengan usaha-usaha atau kegigihan Raden Wiralodra berangkat menuju daerah Lembah Tepian Sungai Cimanuk (Indramayu) setelah dia memperoleh petunjuk lewat wangsit. diturkan terlebih dahulu
Masa Hidup Tumenggung Gagak Singalodra,Awal mendirikan pemerintahan di Banyuurip, Bagelen (Jawa Tengah).Menenamkan pendidikan kepada kelima putranya, yaitu 1) Raden Wangsanegara, 2) Raden Ayu Wangsayuda, Raden Raden Wiralodra, dan 4) Raden Tanujaya, dan 5) Raden Tanujiwa dalam kepemerintahan, kesaktian (kanuragan), agama dan sebagainya.Kedatangan R. Wiralodra setelah merantau di Lembang Sungai Cimanuk (Indramayu)
Kelahiran dan masa kecil Raden. Wiralodra, di tengah keluarga Tumenggung Gagak Singalodra, penguasa di Banyuurip, Bagelen (Jawa Tengah).Pencarian jatidiri, dimulai dari ketertarikan Raden Wiralodra pada cita-cita ingin membangun suatu negara yang dapat diwariskan kepada anak cucunya (generasi penerusnya). Untuk mempersiapkan diri, beliau semangat untuk belajar berbagai ilmu layaknya seorang ksatria. Dilanjutkan dengan cerita R. Wiralodra melakukan tapabrata dan bersemedi di perbukitan Malaya di kaki Gunung Sumbing.Raden Wiralodra mendapatkan wangsit, setelah melakukan tapabrata untuk mendapatkan petunjuk dari sanghyang widi, apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan cita-cita luhurnya membangun suatu Negara.
"Hai Wiralodra, apabila engkau ingin berbahagia serta keturunanmu di kemudian hari, pergilah merantau kea rah matahari terbenam dan carilah lembah Sungai Cimanuk. Manakala engkau telah tiba di sana, berhentilah dan tebanglah hutan belukar secukupnya untuk mendirikan sebuah pedukuhan dan menetaplah di sana. Kelak tempat itu akan menjadi subur dan makmur dan tujuh keturunanmu akan memerintah di sana"..Dilanjutkan dengan pengkajian wangsit pada diri R. Wiralodra dan diteruskan dengan meminta pendapat dari ayah-bundanya tentang wangsit yang datang padanya.
Perjuangan dalam perjalanan mencari lembah Sungai Cimanuk Cerita tentang Raden. Wiralodra mendapatkan wangsit, setelah melakukan tapabrata untuk mendapatkan petunjuk dari sanghyang widi, apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan cita-cita luhurnya membangun suatu Negara. Cerita diawali Raden. Wiralodra memohon ijin dan restu dari kedua orang tuanya untuk mewujudkan cita-cita luhurnya dengan mengikuti wangsit yang didapat setelah melakukan tapabrata. Disamping itu dipaparkan juga dengan cerita suka dan duka dan pelajaran yang dapat diambil selama perjalanan yang memakan waktu ± 3 tahun, hingga R. Wiralodra dan Ki Tinggil mengikuti kijang kencana bermata berlian atas petunjuk Ki Sidun. Selanjutnya tibalah di tepi sungai dan beristirahat karena kecapean setelah mengejar mengikuti kemana kijang kencana berjalan. Dalam tidurnya R. Wiralodra bermimpim bertemi Ki Sidun, berkata bahwa : "Hai cucuku, inilah hutan Cimanuk yang Tuan cari, di sinilah kelak tuan bermukim anak cucu tuan dengan tenteram dan berbahagia". Setelah bangun dari tidurnya, segera mereka memilih tempat dan membangun pondok dengan peladangan yang terus berkembang menjadi perkampungan, hingga menjadi pedukuhan. Tersebutlah tempat pertama dipilih berada di sebelah barat daerah di ujung Sungai Cimanuk.
Raden Wiralodra membangun pemerintahan,
1. Kegigihannya mendirikan pondok, sawah dan ladang yang semakin lama semakin berkembang. Tingkah laku dan budi pekerti yang baik, luhur dan bijaksana mengundang simpati dan disegani berbagai kalangan karena beliau juga membekali diri dengan ilmu kanuragan yang memadai. Citra yang baik tersebut mengundang orang-orang yang melintasi dan ada juga sengaja berdatangan untuk bergabung dan bertempat tinggal di daerah sekitar R. Wiralodra. Selanjutnya pengaruh Raden. Wiralodra semakin meluas ke daerah-daerah sekitarnya, dari pedukuhan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Setelah dianggap pemerintahan yang beliau bangun cukup kondosif, beliau menitipkan sementara kepada Ki Tinggi untuk menggantikan sementara. Hal ini karena kerinduang Raden. Wiralodra kepada kedua orang tua dan saudara-saudara di Banyuurip, Bagelen (Jawa Tengah).
2. Adu tanding antara Raden. Wiralodra dengan Nyi Endang Darma; Nyi Endang Darma bertempat tinggal dan mendirikan perkampungan setelah mendapatkan ijin dari Ki Tinggil, karena pada saat itu Raden. Wiralodra sedang menengok orang tua dan saudaranya di Bagelen. Raden. Wiralodra kembali ke Indramayu mengingat ada perselisihan antara Nyi Endang Darma dengan Pangeran Guru, mengikibatkan Pangeran Guru gugur. Setelah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan, bahwa Nyi Endang yang tidak bersalah. Maka kakak dan adik R. Wiralodra dipersilahkan unjuk tanding, tetapi tidak ada yang mengalahkan Nyi Endang Darma. Selanjutnya Raden. Wiralodra sendiri untuk mencoba adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma, tetapi tidak ada yang kalah. Akhirnya Nyi Endang Darma merasa kewalahan menghadapinya, maka menjeburkan diri ke Sungai Cimanuk dan meminta namanya diabadikan untuk menamakan suatu daerah. Adu kesaktian kedua tokoh ini sangat penting karena mewarnai tentang penggunaan nama Darma Ayu uterus berkembang menjadi Indramayu, kota yang kita cintai sekarang ini.
3. Peresmian Pedukuhan Darma Ayu, dimulai pertemuan Raden Wiralodra dengan Pangeran Arya Kemuning dan Patih Dipasara yang mengaku utusan dari Gusti Sinuhun Cirebon, bahwa Raden. Wiralodra beum minta ijin membuka hutan dan pendirian pedukuhan di wilayah kekuasaan Cirebon. Karena terjadi perselihan pendapat, kedua tokoh ini terjadi perkelahian yang dimenangkan oleh R. Wiralodra. Untuk itulah Wiralodra untuk segera meresmikan pendirian pedukuhan dalam sebuah upacara resmi, dengan nama Darma Ayu sesuai dengan nama Nyi Endang Darma. Tetapi dari untaian cerita tersebut, ada beberapa masalah yang tertinggal dan perlu ada pengkajian lebih lanjut, yaitu tanggal lahir Kabupaten Indramayu diambil pada saat diresmikan Pedukuhan Darma Ayu, ataukah ketika Raden Wiralodra membuka pertama kali membuka hutan untuk mendirikan pemukiman, atau keberangkatan Raden Wiralodra dari Bayuurip, Bagelen untuk mencari Lembah Sungai Cimanuk?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jadi ini alasan indramayu berbahasa jawa mirip purworejo dan yogyokarto dalam bahasa keseharian.
BalasHapusMatur suwun infone, kula nyuwun ijin copas lan share mas.
Jadi ini alasan indramayu berbahasa jawa mirip purworejo dan yogyokarto dalam bahasa keseharian.
BalasHapusMatur suwun infone, kula nyuwun ijin copas lan share mas.
Jadi ini alasan indramayu berbahasa jawa mirip purworejo dan yogyokarto dalam bahasa keseharian.
BalasHapusMatur suwun infone, kula nyuwun ijin copas lan share mas.
Saya asli orang Indramayu mempunyai istri asli Purworejo,Alhamdulillah setelah saya pelajari selama 10 tahun rumah tangga ternyata benar akan sejarah masa lalu tentang Indramayu dan Purworejo ada kaitan..hidup kami Alhamdulillah lancar tanpa ada tintangan
BalasHapusIya purworejo dulu dikenal sebagai tanah bagelen
BalasHapusSalam persatuan, hidup purworejo
BalasHapusMemang betul,indramayu berkaitan dengan bagelen,saya asli indramayu.
BalasHapusMohon maaf dalam babad kartamaya nama Arya Wiralodra atau pendiri dari Indramayu bernama Pangeran Arya Wira Samrudra atau Samudra.
BalasHapusDalam babad Kartamaya menyebutkan Arya Wira Samrudra adalah cucu dari sunan giri.
Berikut ini silsilahnya :
Pangeran Arya Wira Samrudra bin Pangeran Syekh Mana (Syekh Murya Pakutesan) bin Raden Paku (Sunan Giri) atau Pangeran Jaka Samrudra bin Kiyai Ageng Bagelen (Syekh Maulana Ishaq Makdum).
Silsilah Nyi Ageng Bagelen dalam Babad Kartamaya yakni :
Raden Ayu Rengganis II binti Pangeran Darma (Damar) bin Pangeran Bagus Genthong bin Dyah Trimurti (Dewi Rara Sekar atau Rara Wetan Rengganis I) binti Bhatara Menak Sambayu (Raja Bālambangan II) bin Bhatara Wirabhumi (Raja Bālambangan I) bin Hayam Wuruk (Maharaja Sri Rajasanāgara atau Raja Majapahit)
Pangeran Syekh Mana (Syekh Murya Pakutesan) menikah dengan Raden Ayu Rengganis II dan dari pernikahannya itu dikaruniai anak :
-Pangeran Hanggapati (Syekh Honggopati).
-Pangeran Cakrajaya (Sunan Geseng).
-Pangeran Arya Wira Samrudra (Sultan Dermayu).
-Pangeran Handakara (Adipati Loano).
-Pangeran Hanggabaya (Syekh Mudalreja).
Dalam Babad Kartamaya, pasca Pangeran Arya Wira Samrudra mendirikan Kedaton Dermayu, ia dinobatkan oleh Pangeran Cakrajaya (Sunan Geseng) sebagai Sulthonul Kholifatul Sri Nalendra Girindrawijaya dan Resmi Kesultanan Dermayu berdiri tahun 1480 masehi, dan pendirianya itu selain istana atau kedaton juga berupa masjid agung dermayu, pada saat masjid dermayu selesai dibangun yang menjadi imam pertama dalam masjid agung dermayu adalah Sunan Kalijaga.
Istri Sulthon Kholifatul Sri Nalendra Girindrawijaya (Arya Wira Samrudra) bernama Putri Sendang (San Xian) anak Demang Lebar Daun VII (Penguasa Palembang). Pasca pernikahannya itu, mereka dikaruniai anak :
-Pangeran Wirakusuma (Sulthan Dermayu II).
Pangeran Wirakusuma menikah dengan cucu Raden Kasan (Husain) yaitu Raden Mas Ayu ilir atau anak dari Pangeran Suradireja.
Dari Pernikahannya itu dikaruniai anak :
-Pangeran Ing Samrudra (sura muda) atau Sulrhan Palembang I.
-Pangeran Kusumawijaya (Kuwi atau Sulthon Dermayu III)
-Pangeran Sura werdinata (Sulthan Dermayu IV)
Silsilah Gagak singa lodra kemungkinan adalah karangan.
Nama kecil dari Pangeran Arya Wira Samrudra bernama Arya Wardhana.
BalasHapus